Shakkei Art Community Hub Berhasil Menjuarai Onduline Greenroof #7 Award 2025

Shakkei Art Community Hub, rancangan karya Ar. Kartiansmara Lilih Purnaumbara, M.Sc., IAI, berhasil meraih 1st Winner pada Onduline Greenroof #7 Award 2025. Dalam proses perancangannya, beliau berkolaborasi dengan Ibnu Ma’arif dan M. Fadli Rohman sebagai tim modeller yang berperan dalam pengembangan visual dan representasi desain.

Onduline Greenroof Award merupakan kompetisi desain arsitektur berskala nasional yang diselenggarakan oleh Onduline Indonesia. Ajang ini menantang arsitek, akademisi, dan mahasiswa untuk menghadirkan solusi inovatif terhadap isu lingkungan melalui pendekatan desain atap hijau. Pada edisi ke-7 tahun 2025, kompetisi ini mengangkat tema “Greenroof for Urban Harmony”, yang menekankan pentingnya integrasi antara sistem atap, lanskap, dan kualitas ruang kota yang berkelanjutan.

Konteks dan Gagasan Desain

Proyek Shakkei Art Community Hub dirancang sebagai area komersial berorientasi komunal yang diharapkan menjadi wadah interaksi sosial serta penggerak aktivitas ekonomi kreatif di kawasan perkotaan. Tapaknya memiliki potensi ekologis yang menonjol karena berbatasan langsung dengan Hutan Ekowisata Nologaten di sisi barat, serta berada di kawasan urban padat dengan kontur lembah yang dinamis.

Kondisi tapak tersebut melahirkan penerapan konsep “Shakkei” — istilah Jepang yang berarti borrowed scenery atau borrowed landscape, yaitu praktik meminjam pemandangan dari lanskap sekitar untuk menjadi bagian integral dari komposisi arsitektur. Pendekatan ini tidak hanya memperluas persepsi ruang, tetapi juga menciptakan hubungan yang harmonis antara bangunan dan lingkungannya.

Konsep Desain: Atap Ekspresif sebagai Medium Respons Kontekstual dan Keberlanjutan

Desain Shakkei Art Community Hub menonjol melalui pendekatan arsitektur yang ekspresif sekaligus fungsional, dengan menempatkan elemen atap dan bentuk bangunan sebagai pusat gagasan utama. Keduanya dirancang bukan hanya sebagai penutup ruang, tetapi sebagai medium yang berdialog langsung dengan konteks lanskap, iklim, dan aktivitas pengguna.

1. Bentuk Bangunan sebagai Ikon Visual

Bentuk atap yang sirkular dan dinamis menjadi simbol visual yang kuat di tengah kepadatan kawasan urban. Komposisi bentuk ini menciptakan dua arah pengalaman visual:

  • Inward High Visual Impact, di mana pengamat dari luar akan merasakan skala besar dan kontras bentuk bangunan yang mengarahkan pandangan ke pusat ruang.
  • Outward High Visual Impact, di mana pengguna di dalam bangunan dapat menikmati pandangan periferal ke arah lingkungan sekitar dengan skala manusia yang harmonis.

Pendekatan ini menyeimbangkan antara kekuatan ikonis dan keselarasan kontekstual, memperkuat hubungan visual antara bangunan dan lingkungan sekitar, serta membangun citra arsitektur yang menonjol di kawasan.

2. Atap sebagai Respons terhadap Topografi dan Drainase Alami

Sistem atap dirancang mengikuti kontur eksisting tapak yang berada pada lembah dengan pola drainase alami. Alih-alih meratakan tanah, desain mempertahankan kemiringan topografi untuk menjaga aliran air hujan secara alami. Air diarahkan melalui sistem gutter menuju area resapan dengan permukaan tanah permeabel, sehingga memaksimalkan fungsi ekologis lahan tanpa mengganggu karakter topografi asli.

3. Atap sebagai Respons terhadap Gerak Matahari dan Aktivitas Ruang

Selain merespons kontur, kemiringan atap juga disusun mengikuti pergerakan matahari untuk mengoptimalkan pencahayaan alami dan mengurangi beban panas. Ruang di bawah bentang atap yang lebar memberikan kenyamanan visual dan termal, sekaligus fleksibilitas bagi beragam aktivitas komunal.

Atap sirkular ini berfungsi sebagai elemen pemersatu seluruh massa bangunan. Bentuknya yang ekspresif sekaligus fungsional memungkinkan terciptanya sistem atap hijau (greenroof) yang berperan sebagai ruang ekologis, area resapan, serta elemen pendingin alami.

Bangunan ini dirancang untuk tidak hanya berfungsi secara komersial, tetapi juga memperkuat nilai-nilai komunitas, menyediakan ruang publik yang inklusif, serta memperhatikan efisiensi energi dan kenyamanan termal. Dengan demikian, Shakkei Art Community Hub menjadi contoh penerapan prinsip arsitektur berkelanjutan yang kontekstual terhadap lingkungan urban dan sosialnya. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa pembelajaran di Program Studi Arsitektur UIN Sunan Kalijaga tidak hanya menekankan pada aspek estetika dan teknis, tetapi juga pada nilai kemaslahatan sosial dan keberlanjutan ekologis.